SUMUR RESAPAN BUATAN ANIES DINILAI TIDAK EFEKTIF ATASI BANJIR, BOROS APBD
Program sumur resapan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dinilai tidak efektif untuk mengatasi banjir. Program itu justru dinilai hanya membuang anggaran.
Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mengatakan program sumur resapan sebetulnya sudah ada sejak zaman Gubernur Sutiyoso. Pada 2005, Sutiyoso pernah menerbitkan Instruksi Gubernur Nomor 68 Tahun 2005 tentang Pembuatan Sumur Resapan.
Dalam instruksi tersebut, Sutiyoso mewajibkan rumah maupun bangunan perkantoran hingga pusat perbelanjaan membuat sumur resapan di halamannya masing-masing.
"Tujuannya supaya air yang jatuh di masing-masing halaman mereka itu tidak ada yang terbuang ke saluran air kota. Kalau semua air halaman meresap ke dalam tanah masing-masing, kan otomatis kapasitas dari saluran airnya tidak akan meluap," ungkap Nirwono saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (20/1).
Menurut Nirwono, sebetulnya instruksi tersebut sudah tepat dan diyakini mampu menangani banjir. Namun, hal itu, kata dia tidak berlanjut pada gubernur-gubernur selanjutnya.
Padahal, kata dia, program itu harusnya dilaksanakan secara berkelanjutan. Menurut dia, dengan instruksi tersebut, pemerintah provinsi tidak harus mengeluarkan dana untuk pembangunan sumur resapan.
"Artinya masyarakat mengajukan IMB pada waktu membangun, di situ otomatis sudah ada kewajiban mereka membangun sumur resapan di halaman sendiri, dengan biaya sendiri, jadi tidak perlu dibebankan ke APBD," ungkap Nirwono.
Menurut Nirwono, dengan itu, APBD DKI sebetulnya bisa digunakan ke pos lain, seperti rehabilitasi saluran air, revitalisasi situ/danau/waduk/embung sampai dengan pembenahan sungai. Ia pun menyebut, program sumur resapan yang digagas Anies salah kaprah.
Sebab, sumur resapan yang dibangun oleh Pemprov DKI juga tidak sesuai penempatannya. Semisal di atas trotoar atau di pinggir jalan, bahkan ia menemukan ada sumur resapan yang berada di atas jaringan utilitas.
"Jadi berdiri di atas kabel-kabel yang ada di tepi jalan. Kalau suatu saat itu tidak diantisipasi, kan kabel-kabel di bawahnya bisa putus. Jadi masalah baru," ujar Nirwono.
"Kan, harusnya kalau perencanaannya matang, tentu tidak dibangun di tempat-tempat yang tidak memenuhi syarat tadi. Jadi, pemborosan keuangan tadi itu jangan sampai terjadi lagi," jelasnya menambahkan.
Dalam kesempatan itu, Nirwono juga menyoroti banjir yang terjadi di Jakarta dalam beberapa waktu terakhir. Menurut dia, ada tiga faktor yang harusnya dibenahi, dan itu salah satunya bukan soal sumur resapan.
"Kalau kita pantau langsung kondisi tiga hari terakhir ini bahkan ya, terutama di Jakarta Barat, jelas ada tiga faktor yang harus dibenahi, dan itu terbukti juga pembangunan sumur resapan tidak akan mampu mengatasi banjir yang terjadi saat ini," jelas Nirwono.
Tiga faktor itu di antaranya; pembenahan total seluruh saluran drainase. Menurut Nirwono, hampir sebagian besar jalan-jalan di Jakarta, saluran drainasenya masih buruk.
"PR utama adalah pembenahan saluran air," imbuhnya.
Kemudian, yang kedua adalah pembenahan sungai. Menurut dia, ini salah satu hal penting dalam mengatasi banjir di Jakarta.
"Artinya silakan kalau mau dikeruk, diperlebar, bahkan ada kemungkinan relokasi pemukiman yang menempel sungai juga bagian dari proses pembenahan sungai. Di sini kita enggak perlu membahas apakah normalisasi atau naturalisasi, yang penting sungainya dibenahi," jelasnya.
Terakhir, Nirwono menyoroti masalah saluran air yang tidak terhubung dengan baik ke daerah penampung air seperti situ/ danau/ waduk/ embung terdekat.
Menurut Nirwono, seharusnya dengan sistem drainase yang baik, air-air limpahan itu tidak perlu sampai menggenangi di sungai apalagi di jalan, tetapi dialirkan ke situ/ danau/ waduk/ embung terdekat untuk menampung.
"Karena di beberapa lokasi, situ/ danau/ waduk/ embung aman-aman saja. Berarti kan sistem saluran drainase kita tidak terlalu baik," ujarnya.
0 Komentar