Recent in Technology

ANGGARAN PERTAHANAN TERBESAR TAK SEBANDING DENGAN PEREMAJAAN ALUTSISTA INDONESIA


 

ANGGARAN PERTAHANAN TERBESAR TAK SEBANDING DENGAN PEREMAJAAN ALUTSISTA INDONESIA

 

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dinilai tidak fokus dalam membangun pertahanan. Prabowo juga dianggap tidak memiliki prioritas selama memimpin Kementerian Pertahanan, padahal anggaran yang dimiliki cenderung terbatas.

 

Hal ini diungkapkan oleh pengamat militer sekaligus Ketua Badan Pengurus Initiative Center Al Araf dalam program Mata Najwa yang disiarkan secara live di Trans 7, Rabu (28/4).

 

"Catatan saya buat Pak Prabowo adalah konsep dalam pembangunan perencanaan pertahanan tidak fokus, tidak mempunyai prioritas," kata Al Araf.

 

Menurut Al 'Araf, dengan anggaran Kemenhan yang terbatas, Prabowo seharusnya memprioritaskan aspek komponen utama, yakni prajurit TNI. Selanjutnya adalah modernisasi alat utama sistem pertahanan (alutsista).

 

Dia mengkritik Prabowo yang kini justru ingin membentuk komponen cadangan dengan anggaran Rp1 triliun per tahun. Diketahui, komponen cadangan merupakan warga sipil yang diberikan pelatihan militer.

 

Al Araf juga mengkritik Prabowo yang membuat program cetak sawah. Menurutnya, Prabowo lebih perlu meningkatkan profesionalisme prajurit TNI selaku komponen utama pertahanan Indonesia.

 

"Buat apa? Komponen utamanya saja masih membutuhkan anggaran yang besar," kata Al Araf.

 

"Jadi buat saya tidak fokus. Skala prioritas di tengah anggaran yang terbatas menjadi penting," sambungnya.

 

Selain itu, Al Araf menyebut Prabowo hingga saat ini juga belum menentukan apakah akan mengikuti standar Minimum Essential Force (MEF) atau tidak dalam membangun pertahanan.

 

MEF merupakan proses pengadaan alat utama sistem pertahanan (Alutista) di Indonesia yang dicanangkan pada 2007 silam. MEF ini dibagi menjadi tiga rencana strategis hingga 2024 mendatang.

 

"Belum membuat konsep apakah mau mengikuti konsep MEF yang memang dibuat didesain jangka pendek menengah sampai 2024 atau memang sepertinya ingin membuat konsep baru," kata Al Araf.

 

Dalam acara yang sama, Juru Bicara Menhan Dahnil Anzar Simanjuntak membantah pernyataan Al Araf. Dia menegaskan bahwa profesionalisme prajurit dan modernisasi alutsista sudah ditempatkan sebagai aspek prioritas.

 

"Hampir setiap kesempatan baik dengan DPR, baik dengan TNI itu ditempatkan pada level tertinggi, penguatan itu," bantah Dahnil yang juga dihadirkan dalam program Mata Najwa.

 

Dahnil menjelaskan bahwa program pembentukan komponen cadangan merupakan salah satu bentuk penguatan komponen utama. Progam tersebut pun amanat undang-undang yang tekah sejak sebelum Prabowo menjadi Menhan.

 

Undang-undang yang dimaksud yakni UU No. 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara.

 

Dahnil mengatakan menteri pertahanan sebelumnya pun pernah berupaya membentuk komponen cadangan. Namun tidak terlaksana lantaran belum ada landasan hukum.

 

"Bahkan Pak Prabowo sering mengatakan komponen cadangan ini legacy yang luar biasa dari Menhan sebelunnya. Ini kami sudah mempunyai perangkat hukum tinggal merealisasikannya saja," ujar Dahnil.

 

Mengenai anggaran, Dahnil mengatakan Kemenhan ingin diberikan minimal 1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dia mengacu pada anggaran pertahanan di negara-negara lain terutama yang lebih maju.

 

"Kami diskusi, Menhan dengan Komisi I untuk kemudian konsisten agar alokasi pertahanan kita di atas 0,8 persen karena negara-negara yang pertahanan kuat di atas 1 persen," ucap Dahnil.

 

Dahnil menjelaskan bahwa anggaran yang diterima Kemenhan selama ini harus dibagi kepada lima lembaga, yaitu Mabes TNI, TNI AD, TNI AU, TNI AL dan Kemenhan sendiri.

 

Jika anggaran yang diterima di atas 1 persen PDB maka Kemenhan akan sesegera mungkin melakukan modernisasi alutsista.

 

"Kita dihadapkan dilema pilihan opportunity cost pilihan memperkuat pertahanan di sisi lain fokus perbaiki pembangunan dan kesejahteraan," ucap dia.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement