Pokok-pokok
Haluan Negara (PPHN) mengajak dan mendorong semua elemen masyarakat peduli pada
pembangunan berkelanjutan semua desa. Selain memajukan kualitas kehidupan
masyarakatnya, tujuan strategis lain dari pembangunan berkelanjutan pada semua
desa adalah mewujudkan dan memperkuat target ketahanan pangan negara-bangsa,
dengan merawat dan melindungi kemurnian serta kesuburan lahan pertanian semua
jenis tanaman pangan.
Demi mewujudkan masyarakat desa yang sejahtera, PPHN mewajibkan penyelenggara
pemerintahan untuk konsisten dan mempercepat realisasi tujuan dan target yang
telah disepakati dalam dokumen Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau
Sustainable Development Goals (SDGs). Program dan agenda TPB bagi masyarakat
pedesaan pun sudah sangat jelas.
Dan, untuk merawat serta melindungi kemurnian serta kesuburan lahan pertanian
aneka ragam jenis tanaman pangan di semua desa, PPHN menetapkan alih fungsi
lahan tanaman pangan di semua desa harus dihentikan, untuk dan demi alasan apa
pun.
Rekomendasi atau ketetapan PPHN tentang pembangunan berkelanjutan di desa itu
berpijak pada fakta bahwa perubahan iklim menghadirkan ancaman nyata berupa
turunnya produktivitas lahan pertanian tanaman pangan. Perserikatan
Bangsa-bangsa (PBB) pun sudah mengingatkan komunitas global akan potensi krisis
pangan.
Hari-hari ini, masyarakat di beberapa negara sudah menghadapi krisis pangan
akibat gagal panen. Di dalam negeri, masyarakat pun sudah merasakan
kecenderungan itu saat harga kacang kedelai melonjak akibat minimnya pasokan
dari negara eksportir.
Memang, perubahan iklim yang cenderung destruktif terhadap sektor pertanian
tanaman pangan mengharuskan dan mendorong semua negara untuk merumuskan
strategi baru tentang ketahanan pangan. Bahkan, seperti pernah diungkap
Presiden Joko Widodo, sudah 22 negara yang menghentikan ekspor bahan pangan
guna mengamankan kepentingan konsumsi masyarakat di dalam negerinya .
Dalam konteks ketahanan pangan Indonesia sekarang dan di masa depan, perhatian
seluruh elemen masyarakat tentu saja harus fokus pada peran desa-desa di
seluruh pelosok nusantara. Tidak hanya beras, sayuran dan buah, bahkan tanaman
rempah-rempah untuk penyedap masakan pun semuanya berasal dari lahan pedesaan
yang subur.
Maka, peran desa sebagai basis ketahanan pangan harus terus diperkuat. Lebih
dari itu, harus ada upaya untuk meningkatkan produktivitas desa.
Maka, membangun desa secara berkelanjutan menjadi konsekuensi logis untuk
meningkatkan produktivitas tanaman pangan di desa. Dengan pendekatan dan
kebijakan seperti itu, target ketahanan pangan negara-bangsa bisa terwujud
kendati perubahan iklim merusak pola tanam dan panen.
Untuk mewujudkan target itu, peran manusia atau masyarakat desa yang kuat,
tangguh dan cerdas tentu saja menjadi yang utama.
Mengingat peran masyarakat desa yang demikian strategis itu, PPHN memerintahkan
penyelenggara pemerintahan, baik di pusat maupun daerah, segera dan terus
bekerja keras menghapus kemiskinan di desa, mewujudkan lingkungan hidup yang
sehat, memastikan tersedianya air bersih, menyediakan layanan kesehatan yang
terjangkau hingga menyediakan sarana pendidikan dan tenaga pengajar yang memadai.
Untuk mendukung kegiatan produktif, masyarakat desa tidak boleh lagi kesulitan
mendapatkan energi. Bahkan desa harus dilengkapi infrastruktur yang memadai dan
sesuai kebutuhan, seperti jalan, jembatan, hingga daya listrik. Semua ini sudah
ditetapkan dan menjadi tujuan serta target TPB. Di era digitalisasi sekarang,
semua desa pun hendaknya sudah terjangkau jaringan internet.
Menurut data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil)
Kementerian Dalam Negeri, saat ini ada 83.381 desa yang tersebar di 34
provinsi. Berkat kebijakan Dana Desa, banyak desa sudah dan terus membangun.
Namun, tidak sedikit pula desa yang tetap masih memerlukan perhatian.
Dalam kasus-kasus tertentu, persoalan yang mengemuka di desa bahkan tak jarang
memerlukan intervensi, baik dari pemerintah provinsi/kabupaten maupun dari
pusat.
Contoh kasus paling relevan adalah kedatangan enam wakil warga desa Liang Melas
Datas, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara, di Istana Merdeka pada pekan
pertama Desember 2021. Membawa oleh-oleh satu truk buah jeruk, mereka datang
menemui Presiden Joko Widodo untuk sekadar menyampaikan aspirasi warga yang
memohon perbaikan jalan di desa mereka.
Selain masih bermasalah dengan minimnya infrastruktur jalan, jembatan,
ketiadaan daya listrik hingga jaringan internet, sejumlah kajian oleh para
akademisi maupun pakar juga melaporkan bahwa banyak desa belum dapat mewujudkan
lingkungan hidup yang bersih dan sehat yang tentu saja berdampak buruk pada
aspek kesehatan warga.
Aspek lain yang tentu saja tak boleh luput dari perhatian adalah kemiskinan.
Menurut BPS, penduduk miskin desa masih di kisaran 13,10 persen atau sekitar
15,37 juta orang pada Maret 2021.
Akhir-akhir ini, banyak warga aktif mempromosikan potensi desanya. Tentu saja semua
pihak berharap aktivitas itu bisa dicontoh dan memotivasi desa-desa lainnya.
Namun, pada saat bersamaan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,
dan Transmigrasi (PDTT), diharapkan mulai memberi perhatian lebih pada
desa-desa yang masih bermasalah dengan minimnya infrastruktur jalan, jembatan,
ketiadaan daya listrik hingga jaringan internet, serta desa-desa yang belum
dapat mewujudkan lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
Kementerian Desa PDTT didorong untuk semakin agresif mempercepat realisasi
target program yang telah disepakati dalam dokumen TPB bagi semua desa di tanah
air. Perubahan iklim yang destruktif secara tidak langsung telah mengingatkan
dan mendorong semua elemen bangsa untuk terus merawat dan memperkuat kontribusi
dan peran desa sebagai basis ketahanan pangan.
Mewujudkan masyarakat desa yang kuat, tangguh dan cerdas akan meningkatkan
produktivitas desa menyediakan aneka ragam bahan pangan. Pun, sangat ideal jika
Kementerian Desa PDTT dapat menghadirkan daya tarik desa produktif. Sebab, daya
tarik desa produktif diyakini dapat memanggil pulang angkatan kerja pedesaan ke
kampung halaman mereka untuk membangun food estate.
Dalam konteks itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) juga diharapkan
semakin proaktif dalam menjaga dan melindungi lahan pertanian tanaman pangan di
semua desa. Dalam tahun-tahun terakhir ini, berbagai kalangan sudah menyuarakan
kecemasan pada kecenderungan meningkatnya alih fungsi lahan pertanian tanaman
pangan.
Menurut Badan Pertanahan Nasional (BPN), kalau pada era 1990-an alih fungsi
lahan pertanian masih sekitar 30 ribu hektar per tahun, kecenderungannya
melonjak pada 2011 menjadi 110.000 hektar. Dan, pada 2019, alih fungsi lahan
pertanian mencapai 150.000 hektar.
Demi masa depan ketahanan pangan negara-bangsa, alih fungsi lahan pertanian
tanaman pangan untuk alasan dan kepentingan apa pun tidak boleh lagi ditolerir.
0 Komentar