Presiden
Joko Widodo (Jokowi) meminta APBN 2023 untuk lebih bersiap dalam menghadapi
gejolak ekonomi tahun depan yang diperkirakan lebih parah daripada 2022 ini.
Hal itu
disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati selepas Sidang Kabinet
Paripurna soal RAPBN 2023 yang akan diserahkan kepada DPR RI per 16 Agustus
2022, Senin (8/8/2022).
"Bapak
Presiden (Jokowi) meminta agar APBN dijaga tetap kredibel dan sustainable, atau
sehat. Sehingga ini kombinasi yang harus dijaga," ujar Sri Mulyani.
Dalam arahan
sidang kabinet ini, ia melanjutkan, turut dibahas Rancangan APBN atau RAPBN
2023 dalam situasi dimana perekonomian global mengalami guncangan dan gejolak,
serta ketidakpastian yang tinggi.
"Oleh
karena itu, RAPBN 2023 harus didesain untuk mampu menjaga fleksibilitas dalam
mengelola gejolak yang terjadi. Kita sering menyebutnya sebagai shock
absorber," imbuhnya.
Sri Mulyani
menyampaikan, situasi dunia pada 2022 diproyeksikan akan mengalami pelemahan
pertumbuhan ekonomi, inflasinya meningkat tinggi.
Sebelumnya,
Dana Moneter Internasional (IMF) telah menurunkan proyeksi ekonomi dari 3,6
persen menjadi 3,2 persen pada 2022. Pada tahun depan akan lebih lemah lagi,
dari 3,6 persen ke 2,9 persen dari sisi pertumbuhan ekonomi global.
"Ini
artinya, lingkungan global kita akan melemah. Sementara tekanan inflasi justru
meningkat. Menurut imf, tahun ini inflasi akan naik 6,6 persen di negara maju.
Sementara inflasi di negara berkembang akan pada level 9,5 persen. Ini juga
naik 0,8 percentage point," bener Sri Mulyani.
Dengan
adanya kenaikan inflasi yang sangat tinggi di negara maju, maka akan terjadi
reaksi dari sisi kebijakan moneter dan likuiditas yang ketat. Ini memacu apa
yang disebut arus modal keluar (capital outflow) dan volatilitas di
sektor keuangan.
"Ini
lah yang harus terus dikelola di dalam negeri. Kami bersama Gubernur Bank
Indonesia di dalam meramu kebijakan fiskal dan moneter secara fleksibel, namun
pada saat yang sama efektif dan kredibel. Karena ini adalah suatu persoalan
kombinasi dari kebijakan fiskal maupun moneter, bekerjasama dengan kebijakan
struktural," tuturnya.
Presiden
Joko Widodo atau Jokowi mengatakan tahun ini dunia menghadapi situasi yang
sulit. Bahkan, kata dia, semua negara akan menghadapi situasi yang semakin
sulit pada 2023 akibat krisis ekonomi, pangan, dan energi.
Dia
mengatakan dirinya mendapat bisikan tersebut saat berbincang dengan Sekretaris
Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Lembaga Dana Moneter Internasional
(IMF), dan Kepala Negara G7 terkait kondisi dunia pada 2023. Menurut dia,
"Beliau-beliau
menyampaikan 'Presiden Jokowi, tahun ini kita akan sangat sulit'. Terus
kemudian seperti apa? Tahun depan akan gelap. Ini bukan Indonesia, ini dunia.
Hati-hati, jangan bukan Indonesia, yang saya bicarakan tadi dunia," kata
Jokowi saat menghadiri Silaturahmi Nasional Persatuan Purnawirawan TNI AD
(PPAD) di Sentul Bogor Jawa Barat, Jumat (5/8/2022).
Berdasarkan
prediksi PBB, IMF, dan Bank Dunia, kata Jokowi, akan ada 66 negara yang
ekonominya akan ambruk. Tak hanya itu, dia menyebut sebanyak 320 juta penduduk
dunia sudah mengalami kelaparan akut.
"Sekarang
sudah mulai satu per satu (negara ambruk). Angkanya adalah 9 lebih dulu,
kemudian 25, kemudian 42, mereka detail mengkalkulasi. Apa yang dikhawatirkan
betul-betul kita lihat dan sekarang ini 320 juta orang di dunia sudah berada
pada posisi menderita kelaparan akut. Ini saya sampaikan apa adanya,"
jelasnya.
Menurut dia,
pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara seperti Singapura, Eropa, Australia,
hingga Amerika anjlok. Kondisi ini akhirnya menyebabkan inflasi dan membuat
harga barang menjadi naik.
"Pertumbuhan
ekonomi turun tapi inflasi naik, harga-harga semua naik. Ini kondisi yang
sangat boleh saya sampaikan dunia pada kondsi yang mengerikan," ujar
Jokowi.
0 Komentar