Recent in Technology

DENGAN BANGGA KAMI MENYATAKAN, EKONOMI INDONESIA SALIP AS, EROPA & CHINA

  


Dana Moneter Internasional (IMF) baru saja mengeluarkan proyeksi terbaru dari perekonomian dunia untuk tahun 2022 dan 2023. Hampir seluruh negara proyeksi ekonominya direvisi ke bawah.

 

Dalam laporan IMF bertajuk 'WORLD ECONOMIC OUTLOOK: COUNTERING THE COST-OF-LIVING CRISIS' yang dikutip CNBC Indonesia, Rabu (12/10/2022), disebutkan sekitar sepertiga ekonomi dunia menghadapi dua kali berturut-turut kuartal pertumbuhan negatif.

 

Proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini tidak berubah, yakni pada 3,2%. Sementara tahun depan, pertumbuhan ekonomi 2023 dari menjadi 2,7% dari sebelumnya 2,9%.

 

IMF memastikan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2023 adalah profil pertumbuhan terlemah sejak 2001, kecuali masa pandemi Covid-19 dan krisis keuangan global.

 

Resesi dipastikan akan menimpa Amerika Serikat (AS) dengan proyeksi pertumbuhan 1,6% pada 2022 dan turun menjadi 1% pada 2023. Eropa bahkan lebih buruk dengan proyeksi 3,1% menjadi 0,5% pada 2023.

 

Jepang cenderung stabil di mana untuk tahun 2022 dan 2023, ekonomi tumbuh masing-masing 1,7% dan 1,6%.

 

China alami peningkatan dari 3,2% pada 2022 dan 4,4% pada 2023. India diproyeksikan tumbuh 6,8% dan 6,1%, Brasil 2,8% dan 1% serta Meksiko 2,1% dan 1,2%.

 

Saudi Arabia alami perubahan perekonomian yang amat drastis, dari 7,6% pada 2022 menjadi 3,7% pada 2023.

 

IMF mempertahankan proyeksi ekonomi Indonesia untuk tahun ini sebesar 5,3%. Namun, memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dari 5,2% menjadi 5% pada 2023.

 

Proyeksi IMF ini lebih rendah dari asumsi makro pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ditetapkan pada APBN 2023, yakni 5,3%. Meski demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah mampu menyalip AS, Eropa dan China yang sebelumnya tumbuh lebih tinggi.

 

IMF mengungkapkan penurunan proyeksi pada 2023, dipicu oleh inflasi tinggi yang lebih tinggi dalam beberapa dekade terakhir, serta ketatnya kondisi moneter di sejumlah wilayah, invasi Rusia di Ukraina dan pandemi Covid yang masih berlangsung.

 

"Normalisasi kebijakan moneter dan fiskal yang memberikan dukungan yang belum pernah terjadi sebelumnya selama pandemi mendinginkan permintaan karena pembuat kebijakan bertujuan untuk menurunkan inflasi kembali ke target," ungkap IMF


Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement